Halaman

Rabu, 03 April 2013

Biografi Imam Shan'ani Ra ( 1059H - 1182H )


Beliau adalah Muhammad bin Ismail bin Shalah Al Amir Al Kahlani Ash Shan’ani. Beliau dilahirkan pada tahun 1059 H di daerah yang bernama Kahlan, kemudian beliau pindah bersama ayahnya ke Kota Shan’a, ibukota Yaman.
Beliau menimba ilmu dari ulama yang berada di Shan’a kemudian beliau rihlah(melakukan perjalanan) ke Kota Makkah dan belajar hadits di hadapan para ulama besar yang ada di Makkah dan Madinah.
Beliau menguasai berbagai disiplin ilmu sehingga beliau mengalahkan teman-teman seangkatannya. Beliau menampakkan kesungguhan dan berhenti ketika ada dalil serta jauh dari taklid dan tidak memperdulikan pendapat-pendapat yang tidak ada dalilnya.
Beliau mendapatkan ujian dan cobaan yang menimpa semua orang yang mengajak kepada kebenaran dan mendakwahkannya secara terang-terangan pada masa-masa penuh fitnah dari orang yang semasa dengan beliau. Namun Allah menjaga beliau dari makar mereka dan melindungi beliau dari kejelekan mereka.
Khalifah Al Manshur yang termasuk penguasa Yaman mempercayakan kepada beliau untuk memberikan khutbah di Masjid Jami’ Shan’a. Beliau terus menerus menyebarkan ilmu dengan cara mengajar, memberi fatwa dan mengarang. Beliau tidak pernah takut terhadap celaan orang-orang ketika beliau berada dalam kebenaran dan beliau tidak peduli dalam menjalankan kebenaran akan ditimpa ujian sebagaimana telah menimpa orang-orang yang mengikhlaskan agama mereka untuk Allah, beliau lebih mendahulukan keridhaan Allah di atas keridhaan manusia.
Sangat banyak orang-orang yang datang menimba ilmu dari beliau, mulai dari orang-orang yang khusus maupun masyarakat umum. Mereka mempelajari berbagai kitab-kitab hadits di hadapan beliau. Dan mereka mengamalkan ijtihad-ijtihad beliau dan menampakkannya di hadapan orang banyak.
Beliau memiliki banyak karangan. Di antaranya:
1. Subulus Salam
2. Minhatul Ghaffar
3. Syarhut Tanfih Fi Ulumil Hadits, dan lain-lain.
Beliau memiliki karangan-karangan lain yang ditulis secara terpisah yang seandainya dikumpulkan maka akan menjadi berjilid-jilid.
Beliau memiliki syair yang fasih dan tersusun rapi, yang kebanyakannya tentang pembahasan-pembahasan ilmiah dan bantahan terhadap orang-orang di zaman beliau. Kesimpulannya beliau termasuk seorang ulama yang melakukan pembaharuan terhadap agama.
Beliau wafat pada 3 Sya’ban 1182 H dengan umur 123 tahun. Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas.
(Diterjemahkan secara bebas dari Muqadimah Kitab Subulus Salam)

Catatan kecil ini kupersembahkan kepada semuanya hususnya kepada kedua orang tua kami, guru-guru kami, putra putri serta istri tercinta dan semua umat Rasulullah SAW. Kami mohon maaf jika dalam catatan ini banyak kekurangan dan kekeliruan. 

Dan terimakasih banyak jika ada koreksian dan masukan dari pembaca yang budiman. 

Semoga Allah SWT menerima amal yang sedikit ini, menjadi saksi kelak di hari kiamat di sisi kekasihNya dan obat serta wasilah bagi seluruh umat Rasulullah SAW. Aamiin.

اوصيكم واياي بتقوى الله, واستودعكم الله

والله أعلم بالصواب والمراد

 

Purwakarta, revisi : 23.31 WIB, Rabu 17 Dzulhijjah 1444 H / 05-07-2023 M.

Adh-dho'iif, Al-Faqiir, Adz-Dzaliil : Ahmad Fudoli Zaenal Arifin, Lc M.Ag

Biografi Imam Suyuthi Ra ( 849H - 911H )


Kepribadian Imam Jalaluddin As-Suyuthi dengan berbagai aspeknya, tanpa diragukan lagi adalah kepribadian yang unik yang pantas diteliti dan dipelajari. Beliau banyak memperdalam ilmu-ilmu agama dan bahasa, mengarang buku-buku kesusastraan, juga menaruh perhatian besar terhadap sejarah, politik dan sosial.
Beliau dipandang sebagai salah seorang sastrawan paling terkenal pada abad kelima belas. Dengan penanya, beliau menggeluti segala bidang ilmu. Beliau menulis tentang Al-Qur’an, al-Hadits, Fiqh, Sejarah, bahasa, Balaghah, Kesusastraan dan lain sebagainya.
Beliau juga sangat cinta pada ilmu. Beliau berpindah-pindah dari satu pusat pendidikan ke pusat pendidikan lainnya. Sumber-sumber sejarah menuturkan bahwa beliau telah belajar kepada enam ratus Syaikh (guru) pada zamannya di berbagai negara.
Nama lengkap beliau adalah Abdur Rahman bin Abu Bakar bin Muhammad bin Sabiq Al-Khudhari As-Suyuthi, yang diberi gelar Jalaluddin atau Abul Fadhl. Beliau juga dinamakan Al-Khudhari ini dinisbahkan kepada Al-Khudhariyah, yaitu nama sebuah tempat di Baghdad. Dan beliau terkenal dengan nama As-Suyuthi, dinisbahkan kepada As-Suyuthi, yaitu sebuah tempat asal dan tempat hidup seluruh leluhur serta ayah beliau, sebelum berpindah ke Kairo.
Beliau dilahirkan di Kairo pada tanggal 1 Rajab 849 H. Ayahnya mendidiknya dengan menghafal Al-Qur’an, dan wafat saat As-Suyuthi masih berumur lima tahun. Ketika ayah beliau meninggal dunia, beliau menghafal Al-Qur’an sampai surat At-Tahrim.
Beliau telah menghafal Al-Qur’an seluruhnya pada usia kurang dari delapan tahun. Hal itu menunjukkan kemampuannya dalam hafalan, yang selanjutnya menguatkan beliau untuk menghafal sebanyak 200.000 (dua ratus ribu) hadits, sebagaimana dinyatakan dalam kitabnya Tadribur Rawi.
As-Suyuthi belajar fiqh pada seorang Syaikh yang hidup pada masa itu, yaitu Ilmuddin Al-Bulqini dan beliau tetap belajar padanya hingga sang guru wafat.
Semasa hidup Al-Bulqini, beliau telah mengarang sebuah kitab yang berjudul “Syarh Al-Isti’adzah Wa Al-Basmalah”. Kemudian kitab tersebut, diperiksa oleh gurunya, Al-Bulqini, memujinya serta memberi kata pengantar pada kitab itu. Kemudian As-Suyuthi melanjutkan studinya dalam ilmu fiqh Asy-Syafi’i pada putra gurunya (Al-Bulqini). Dari guru baru inilah beliau banyak mempelajari beberapa kitab fiqh madzhab Syafi’i. Setelah itu, beliau terus melanjutkan pada Asy-Syaraf Al-Manawi.
Dan beliau belajar pada Al-Imam Taqiyuddin as-Subki Al-Hanafi selama empat tahun, selain itu beliau juga mempelajari darinya hadis dan bahasa.
Selama empat tahun pula, beliau belajar Ilmu Ushul dan Tafsir dari seorang pakar ilmu tersebut, yaitu al-Kaafiji. Beliau juga mengadakan sejumlah rihlah (lawatan keilmuan), dimana beliau berkunjung ke Yaman, Maroko dan India.
Beliau juga menyibukkan diri untuk memberi fatwa, mengajar fiqh, hadits, nahwu (ilmu tata bahasa Arab) dan bidang-bidang ilmu lainnya.
Pada usia empat puluh tahun, beliau berhenti memberikan fatwa dan mengasingkan diri di rumah untuk sepenuhnya mengarang. Pekerjaan itu tetap ditekuninya hingga tiba ajalnya. Beliau wafat hari Jum’at pagi tanggal 19 Jumadil Ula 911 H, dan dikuburkan di Qushun.
Pujian Para Ulama
Ibnu Ammar Al-Hambali pernah memuji beliau dengan perkataannya: “Beliau adalah sandaran peneliti yang cermat, juga mempunyai banyak karangan yang unggul dan bermanfaat”.
Asy-Syaukani juga pernah memuji beliau dengan perkataannya: “Beliau adalah seorang imam besar dalam masalah Al-Kitab dan As-Sunnah, yang mengetahui ilmu-ilmu ijtihad dengan sangat luas, juga memiliki pengetahuan yang memisahkan diri dari pengetahuan ijlihad”.
Asy-Syaukani berkata lagi tentang As-Suyuthi: “Beliau terkenal menguasai semua disiplin ilmu (agama), melampaui teman-temannya dan namanya terkenal di mana-mana dengan sebutan yang baik dan beliau juga telah mengarang kitab-kitab yang, berguna”.
Hasil Karya Ilmiah
Tak diragukan lagi, bahwa karya-karya As-Suyuthi terdengar dan tersebar di mana-mana, beraneka ragam ilmu agama yang ditulisnya. Beliau mempunyai andil besar dalam ilmu hadis, Fiqh, Al-Qur’an. Ushul, bahasa dan sejarah.
Dalam setiap karya tulisnya, tercermin karakteristik As-Suyuthi. Adapun jumlah karya tulis beliau mencapai sekitar 600 (enam ratus) buku. Dan cukup kiranya kami sebutkan sebagian, antara lain sebagai berikut :
Al-ltqan fi ‘Ulumil Qur’an, Is’aful mubtha’ fi Rijalil Mutha’, Asmaa-ul Mudallisin, Al-Iklil fi Istimbaath At-Tanzil, Tanasuqud durari fi Tanasubis Suari, Al-Amru Bil Ittiba’ Wan Nahyu ‘Anil Ibtida dan lainnya

Catatan kecil ini kupersembahkan kepada semuanya hususnya kepada kedua orang tua kami, guru-guru kami, putra putri serta istri tercinta dan semua umat Rasulullah SAW. Kami mohon maaf jika dalam catatan ini banyak kekurangan dan kekeliruan. 

Dan terimakasih banyak jika ada koreksian dan masukan dari pembaca yang budiman. 

Semoga Allah SWT menerima amal yang sedikit ini, menjadi saksi kelak di hari kiamat di sisi kekasihNya dan obat serta wasilah bagi seluruh umat Rasulullah SAW. Aamiin.

اوصيكم واياي بتقوى الله, واستودعكم الله

والله أعلم بالصواب والمراد

 

Purwakarta, revisi : 23.31 WIB, Rabu 17 Dzulhijjah 1444 H / 05-07-2023 M.

Adh-dho'iif, Al-Faqiir, Adz-Dzaliil : Ahmad Fudoli Zaenal Arifin, Lc M.Ag

Biografi Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani Ra ( 733H - 852H )


Syaikhul Islam, pemegang bendera sunnah, pemimpin makhluq, Qadhi Al-Qudhat, Abu Al-Fadhl. Ayahnya adalah salah seorang ahli di bidang fiqh, bahasa Arab, qira’ah, dan sastra, cerdas, terhormat dan disegani. Ia pernah menjabat sebagai qadhi, suka menulis, dan profesional dalam hal mengajar dan berfatwa.
Imam Ibnu Hajar dilahirkan pada tanggal 12 Sya’ban 773 H. di Mesir. Ia tumbuh besar di Mesir setelah ibunya meninggal, lalu ia dipelihara oleh bapaknya dengan penuh penjagaan dan perlindungan yang ketat. Bapaknya tidak pernah membawanya ke maktab (tempat belajar anak-anak) kecuali setelah ia berumur lima tahun.
Jenjang Keilmuan Beliau
Ia hapal Al-Qur’an dalam usia sembilan tahun. Ia juga hapal Al-’Umdah, Al-Hawi Al-Shaghir, Mukhtashar Ibnu Hajib Al-Ashli, Mulhah Al-I’rab, dan sebagainya. Yang pertama kali ia tekuni adalah pembahasan kitab Al-’Umdah pada usia masih kecil kepada Al-Jamal bin Zhahirah di Mekkah. Kemudian ia belajar suatu ilmu kepada Al-Shadr Al-Ubsaithi di Kairo. Lalu semangatnya untuk menekuni bidang keilmuan terhenti karena tidak ada yang mendukungnya sampai ia berumur tujuh belas tahun. Kemudian ia belajar dengan tekun kepada salah seorang yang menerima wasiat untuk memeliharanya -yaitu Al-’Allamah Al-Syams bin Al-Qaththan- dalam bidang Fiqh, bahasa Arab, ilmu hitung, dan membaca sebagian besar dari Kitab Al-Hawi. Di samping itu, ia juga belajar fiqh dan bahasa Arab dengan tekun kepada An-Nur Al-Adami. Guru fiqh lainnya adalah Al-Anbasi. Dan selama beberapa saat ia juga belajar fiqh kepada Al-Bulqini dengan menghadiri beberapa kali kuliahnya tentang fiqh dan membaca sebagian besar kitab Al-Raudhah di hadapannya dengan catatan pinggir yang ditulis olehnya. Ia pernah belajar secara khusus kepada Ibnu Al-Mulaqqin dan membaca sebagian besar syarh yang ditulisnya atas kitab Al-Minhaj. Kemudian ia belajar kepada ‘Izzuddin bin Jama’ah dalam berbagai cabang ilmu dalam waktu yang cukup panjang, yaitu sejak tahun 790 H sampai Syekh ‘Izzuddin wafat pada tahun 819 H. Ia memberi komentar terhadap sebagian syarh Syekh ‘Izzuddin atas kitab Jam’ A1-Jawami’. Ia juga menghadiri sejumlah perkuliahan yang disampaikan oleh Al-Hammam Al-Khawarizmi, dan sebagainya. Ia belajar ilmu bahasa kepada Al-Fairuz Abadi, penyusun Al-Qamus Al-Muhith, belajar bahasa Arab kepada Al-Ghumari dan Al-Muhibb bin Hisyam, belajar ilmu qira’at sab’ah kepada Al-Burhan At-Tanukhi, dan menekuni berbagai bidang ilmu hingga mencapai titik puncaknya.

Belajar Ilmu Hadits
Allah menganugerahinya rasa cinta terhadap bidang hadits, sehingga ia memperhatikannya dalam berbagai aspeknya. Ia belajar hadits untuk pertama kalinya pada tahun 793 H. Akan tetapi baru mempelajarinya dengan penuh keseriusan dan kesungguhan pada tahun 796 H. Karena mempelajari hadits itu -menurut pengakuan dalam tulisannya- dapat menghilangkan hijab (penghalang), membukakan pintu, memacu semangat yang tinggi untuk berhasil, dan mendatangkan hidayah kepada jalan yang lurus. Oleh karena itu, ia mempelajarinya dari para guru yang ada waktu itu. Ia belajar di sisi Az-Zain Al-’Iraqi selama sepuluh tahun untuk mempelajari sebagian besar karyanya dan karya ulama lainnya. Ia juga mengadakan rihlah (perlawatan menuntut ilmu) ke negara-negara Syam dan Hijaz untuk belajar dari sejumlah guru, sehingga jumlah gurunya waktu tidak itu ada yang menyamainya. Para gurunya memberinya ijin untuk berfatwa, mengajar, dan menyebarluaskan hadits dengan menelaah, membacakan, dan menulis kitab. Kitab-kitab yang ditulisnya -kebanyakan dalam bidang hadits- lebih dari seratus lima puluh buah, dan semuanya mendapat sambutan yang baik dan diterima oleh umat, terutama kitab Fath Al-Bari Syarh Shahih Al-Bukhari sungguh luar biasa. Banyak guru dan teman-temannya begitu antusias untuk mendapatkan tulisan-tulisannya, demikian juga orang-orang setelahnya. Kitab-kitabnya yang besar tersebar luas dan diajarkan oleh banyak orang pada masa hidupnya.

Beliau Menjadi Qadhi (Hakim Islam)
Ia teguh pendiriannya untuk tidak terlibat dalam dunia peradilan, sehingga ketika Al-Shadr Al-Munawi menawarkan kepadanya untuk menggantikan posisinya sebagai qadhi ia menolaknya, namun kemudian Sultan Al-Muayyad menyerahkan kepadanya peradilan dalam bidang tertentu, yang kemudian jabatan itu diminta oleh Jalaluddin Al-Bulqini, maka diserahkannya. Justru hal itu mendatangkan tawaran untuk mengganti posisi orang yang lain lagi. Kemudian la mendapat tawaran untuk menjabat Qadhi Akbar (Hakim Agung), maka akhirnya ia dilantik sebagai Hakim Agung pada hari Sabtu, 12 Muharram 827 H dalam upacara yang meriah. Akan tetapi ia kemudian menyesal dengan jabatan itu, dan penyesalannya bertambah ketika para penguasa tidak membedakan antara orang yang memiliki keutamaan dengan yang lain. Mereka mencela tanpa batas apabila usulan mereka ditolak, tanpa melihat kebenaran dan kesalahan usulan tersebut. Bahkan mereka memusuhi karenanya. Sehubungan dengan hal itu, maka seorang qadhi harus bisa membujuk orang kecil dan orang besar, yang menyebabkan bahwa dengan mengikuti keinginan mereka berarti ia telah melukai dirinya. Maka kemudian ia meninggalkan dunia peradilan setelah digelutinya selama satu tahun, yaitu tepatnya pada tanggal 7 atau 8 Dzul Qa’dah 828 H. Kemudian ia diangkat kembali dalam jabatan yang sama pada tanggal 2 Rajab 828 H. Berita kembalinya ia menjadi hakim disambut dengan gembira oleh seluruh manusia, karena kecintaan mereka sedemikian besar, bahkan kali ini wilayah kerjanya ditambah dengan negara-negara Syam. Jabatan ini diakhiri dengan pengunduran dirinya pada ahad Kamis tanggal 16 Shafar 833 H. Kemudian ia diangkat kembali untuk yang kesekian kalinya pada tanggal 26 Jumadil Ula 834 H. Jabatan yang terakhir ini ia geluti sampai hari Kamis tanggal 5 Syawal 840 H. Dan akhirnya ia mengundurkan diri pada hari Senin tanggal 15 Dzul Qa’dah 846 H, karena ia memutuskan hukum tidak sesuai dengan kehendak Sultan. Kemudian Sultan memanggilnya, maka ia menjelaskan argumentasinya, sehingga ia kembali diangkat dalam jabatan tersebut hingga akhirnya ia melakukan ‘uzlah (mengasingkan diri) pada tanggal 8 Muharram 849 H, karena adanya fitnah atas dirinya yang sampai kepada Sultan. Kemudian ia diangkat kembali dalam jabatannya pada tanggal 5 Shafar 850 H hingga ia tersisihkan pada akhir bulan Dzul Hijjah 850 H. Kemudian diangkat kembali pada tanggal 8 Rabi’ul Tsani 852 H, hingga tersisihkan kembali dan dipecat dari jabatan tersebut setelah tujuh puluh hari. Maka kemudian ia zuhud dengan sempurna karena banyaknya fitnah dan kesusahan dalam jabatan itu.
Kegiatan Ilmiah Beliau
Secara keseluruhan ia menjadi hakim lebih dari dua puluh satu tahun. Beliau telah mengajar di berbagai tempat pendidikan di Kairo waktu itu, seperti di masjid-masjid, di madrasah-madrasah, dan sebagainya. Ia diberi kepercayaan untuk mengurus dan menjadi guru besar pada perguruan Al-Bibrisiyyah, memberi fatwa di Dar Al-’Adl, menyampaikan ceramah ilmiahnya di Al-Azhar dan Masjid Jami’ ‘Amr, dan kesempatan-kesempatan lainnya yang tidak didapatkan oleh orang lain pada waktu yang bersamaan. Ia mengajarkan hadits berdasarkan hapalannya kepada kurang lebih seribu majlis, sehingga ia sangat masyhur dan dikenal, dan para ulama pun berdatangan kepadanya. Sehingga para tokoh ulama dalam berbagai madzhab (waktu itu) pernah menjadi muridnya, dan para ulama pendahulunya mengakui hapalan, kepercayaan, pengetahuannya yang sempuma, semangatnya yang menyala, dan kecerdasannya yang tiada bandingnya. Al-’Iraqi mengakui bahwa ia adalah salah seorang rnuridnya yang paling tahu tentang hadits.
Banyak ulama dan huffazh menyusun buku secara khusus tentang riwayat hidupnya, yang terbaik di antaranya adalah Kitab Al-Jawahir wa Al-Durar fi Tarjamah A1-Hafizh Ibn Hajar karya seorang muridnya, As-Sakhawi. Sebagian dari naskah kitab ini terdapat di Dar Al-Kutub Al-Mishriyyah dalam bentuk fotografi, sedang aslinya terdapat di Paris.
Tidak asing kalau orang yang posisi keilmuan, keutamaan, kesalehan, dan ketakwaannya seperti dijelaskan di depan, maka sangatlah pantas kalau kitabnya, Bulugh Al-Maram, menjadi pegangan bagi kaum muslim dan menjadi panutan bagi orang-orang yang mencari hidayah. Maka semoga Allah membalasnya dengan sebaik-baiknya balasan bagi orang alim atas ilmunya dan penasehat dari nasehatnya. Dan semoga Allah memberinya pahala dengan sebaik-baiknya, serta menyempurnakan limpahan rahmat dan ridha-Nya kepadanya. Dan semoga Allah memberi manfaat dan menunjukkan kita kepada jalan hidayah dan takwa berkat ilmu-ilmunya. Segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam. Semoga shalawat dan salam-Nya semoga dicurahkan kepada nabi-Nya yang paling baik dan rasul-Nya vang paling utama, yaitu Muhammad. Semoga dicurahkan juga kepada keluarganya dan sahabatnya, serta orang yang mengikutinya sampai hari pembalasan.
(Sumber: saduran Kitab Al-Jawahir Wad-Durar fi Tarjamah Al-Hafizh Ibn Hajar karya As-Sakhawi, Muqaddimah Bulughul Maram Darul Fikr)

Catatan kecil ini kupersembahkan kepada semuanya hususnya kepada kedua orang tua kami, guru-guru kami, putra putri serta istri tercinta dan semua umat Rasulullah SAW. Kami mohon maaf jika dalam catatan ini banyak kekurangan dan kekeliruan. 

Dan terimakasih banyak jika ada koreksian dan masukan dari pembaca yang budiman. 

Semoga Allah SWT menerima amal yang sedikit ini, menjadi saksi kelak di hari kiamat di sisi kekasihNya dan obat serta wasilah bagi seluruh umat Rasulullah SAW. Aamiin.

اوصيكم واياي بتقوى الله, واستودعكم الله

والله أعلم بالصواب والمراد

 

Purwakarta, revisi : 23.31 WIB, Rabu 17 Dzulhijjah 1444 H / 05-07-2023 M.

Adh-dho'iif, Al-Faqiir, Adz-Dzaliil : Ahmad Fudoli Zaenal Arifin, Lc M.Ag

Biografi Imam Nawawi Ad-Dimsiq Ra ( 631H - 676H )


Nasabnya: 
Beliau adalah Al-Imam Al-Hafizh Syaikhul Islam Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syarf bin Muriy bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jam’ah bin Hizaam An-Nawawi, dinasabkan dengan Kota Nawa sebuah dusun di daerah Hauran, Suria, dari Damaskus sekitar dua hari perjalanan. Beliau seorang bermadzhab Asy-Syafi’i, Syaikhul Madzhab dan seorang fuqaha besar di zamannya.
Lahir di bulan Muharam tahun 631 Hijriyah di desa Nawa dari dua orang tua yang shaleh. Ketika berumur sepuluh tahun mulai menghafal Al-Qur’an dan bacaan-bacaan fiqih pada para ulama di sana.
Keilmuan Beliau

Pada suatu hari ada seorang syaikh yang melewati desa itu, yakni syaikh Yasin bin Yusuf Al-Maraakisyi. Beliau melihat seorang anak yang tidak suka bermain-main. bahkan lari darinya sambil menangis karena tidak sukanya, dan lebih suka membaca Al-Qur’an. Maka pergilah beliau menemui kedua orang tuanya dan menasehatkan supaya anak itu dikhususkan untuk menimba ilmu. Usulan itu pun diterima. Pada tahun 649 Hijriyah diajak bapaknya untuk mendapatkan ilmu yang lebih sempurna di Madrasah Daarul Hadits, dan tinggal di Madrasah Ar-Rawaahiyah yang berada di pojok timur dari masjid Al-Umawi, Damaskus. Dan beliau di sana menghafal kitab At-Tanbiih selama empat setengah bulan, dan hafal seperempat bab ibadah dari Kitab At-Tahdzib sisa tahunnya. Dan dalam waktu yang singkat dapat mengundang kekaguman ustadz beliau Abi Ibrahim Ishaq bin Ahmad Al-Maghribi, dan menjadikannya asisten dalam pelajarannya.
Beliau rahimahullah adalah seorang yang mempunyai wawasan ilmu dan tsaqafah yang luas. Ini dapat dilihat dalam kesungguhannya menimba ilmu. Berkata salah seorang muridnya, yakni ‘Ala-uddin Ibnill ‘Aththar, bahwa beliau setiap hari mempelajari dua belas pelajaran baik syarahnya maupun tashhihnya pada para syaikh beliau. Dua pelajaran pengantar, satu pelajaran muhadzdzab (sopan santun), satu pelajaran gabungan dari dua kitab shahih (Bukhari dan Muslim), satu pelajaran tentang shahih Muslim, satu pelajaran kitab Al Lam’u oleh Ibnu Jinni dalam pelajaran nahwu, satu pelajaran dalam lshlahul Manthiq oleh Ibnu As Sikiit dalam pelajaran bahasa, satu pelajaran sharaf, satu pelajaran Ushul Fiqh, dan kadang kitab Al-Lam ‘u oleh Abi Ishaq dan kadang Al-Muntakhab oleh Fakhrur Raazi; dan satu pelajaran tentang Asma’u Rijal, satu pelajaran Ushuluddin, dan adalah beliau menulis semua hal yang bersangkutan dengan semua pelajaran ini, baik mengenai penjelasan kemusykilannya maupun penjelasan istilah serta detail bahasanya.
Beliau adalah seorang yang tekun dan telaten dalam mudzakarah dan belajar siang dan malam, selama sekitar dua puluh tahun hingga mencapai puncaknya. Dan beliau tidak makan kecuali sekali saja yakni ketika sahur. Beliau seorang yang banyak melakukan shaum dan belum beristri.
Hasilnya tampak jelas ketika beliau mulai mengarang kitab tahun 660 H. Ketika itu beliau berumur 30 tahun. Sebagian karangan beliau yang paling penting adalah Syarh Shahih Muslim, Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, Riyaadhush Shalihin, Al-Adzkar, Tahdzibul Asma’ wa Al-Lughaat, Arba’iin An-Nawawiyah dan Minhaaj fil Fiqhi.
Seorang Alim Penasehat
Dalam diri Imam Nawawi tercermin sifat-sifat alim, suka memberi nasehat, seorang yang berjihad di jalan Allah dengan lisannya, menegakkan kewajiban beramar ma’ruf nahi mungkar. Seorang yang mukhlish dalam memberi nasehat, tidak mempunyai tendensi apapun, seorang yang pemberani, tidak takut celaan di jalan Allah terhadap orang yang mencelanya. Seorang yang mempunyai bayan dan hujjah untuk memperkuat dakwaannya.
Beliau dijadikan rujukan oleh manusia bila mereka menghadapi perkara yang sulit dan pelik, serta minta fatwa kepadanya. Dan beliau menanggapinya serta berusaha memecahkan permasalahannya, seperti ketika berkenaan dengan hukum penyitaan atas dua taman di Syam; ketika Damaskus kedatangan penguasa dari Mesir, dari Raja Bibiris, setelah mereka dapat mengusir pasukan Tartar, maka wakil (pejabat) baitul maal menyangka bahwa kebanyakan dari taman-taman yang berada di Syam tersebut adalah milik negara. Maka sang raja memerintahkan untuk memagarinya, yakni menyitanya.
Maka orang-orang melaporkan hal itu kepada Imam An-Nawawi di Daarul Hadits. Kemudian beliau menulis surat kepada sang penguasa yang dinyatakan di dalamnya sebagai berikut:
“Kaum muslimin merasa dirugikan atas adanya penyitaan hak milik mereka, oleh karena itu mereka menuntut supaya hak milik mereka dikembalikan. Dan penyitaan ini tidak dihalalkan oleh seorang ulama’ pun dari kalangan kaum muslimin. Karena barangsiapa yang di tangannya sesuatu maka dialah pemiliknya, tidak boleh seorang pun merampasnya dan tidak dibenarkan menjadikannya sebagai status miliknya.”
Maka marahlah sang penguasa tersebut terhadap nasehat yang ditujukan kepadanya itu, lalu ia memerintahkan supaya gaji syaikh itu dihentikan dan dicopot dari jabatannya. Akan tetapi orang-orang menyatakan bahwa syaikh itu tidak mendapat gaji dan tidak pula mempunyai jabatan. Akhirnya ketika penguasa itu memandang bahwa tidak bermanfaat lagi surat-menyurat, maka ia pergi sendiri untuk menemui Imam An-Nawawi dan hendak mengumpatnya habis-habisan dan ia ingin mengamuknya. Akan tetapi Allah memalingkan hati penguasa itu dari berbuat yang demikian itu dan melindungi Imam An-Nawawi dari hal semacam itu. Bahkan sang penguasa itu kemudian mencabut penyitaan dan manusia pun dilepaskan Allah dari kejahatannya.
Wafatnya beliau
Beliau rahimahullah wafat pada tahun 676 Hijriyah setelah menziarahi kubur para guru-guwnya, mengunjungi para sahabat-sahabatnya serta menyatakan selamat berpisah dengan mereka, dan setelah mengunjungi orang tua dan berziarah ke Masjidil Aqsa dan kuburan Nabi Ibrahim. Kemudian ia kembali ke Desa Nawa dan kemudian sakit lalu diikuti dengan meninggalnya beliau pada tanggal 24 Rajab. Ketika khabar wafatnya beliau sampai di Damaskus, maka manusia menjadi terkejut dan menangis. Dan kaum muslimin sangat menyayangkan sekali akan wafatnya beliau. Maka Qadhi Al-Qudhat Izzuddin Muhammad bin Ash-Shaigh dan serombongan shahabatnya berangkat ke Nawa untuk bertakziyah dan menshalatinya di kuburnya.
Sumber rujukan:
Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhush Shaalihfn min Kalaami Sayyidil Mursaliin, oleh Imam Nawawi rahimahullah.
Tadriibu Ar-Raawi fi Syarh Taqriib An Nawawi, oleh Jalaaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar As Suyuthi.

Catatan kecil ini kupersembahkan kepada semuanya hususnya kepada kedua orang tua kami, guru-guru kami, putra putri serta istri tercinta dan semua umat Rasulullah SAW. Kami mohon maaf jika dalam catatan ini banyak kekurangan dan kekeliruan. 

Dan terimakasih banyak jika ada koreksian dan masukan dari pembaca yang budiman. 

Semoga Allah SWT menerima amal yang sedikit ini, menjadi saksi kelak di hari kiamat di sisi kekasihNya dan obat serta wasilah bagi seluruh umat Rasulullah SAW. Aamiin.

اوصيكم واياي بتقوى الله, واستودعكم الله

والله أعلم بالصواب والمراد

 

Purwakarta, revisi : 23.31 WIB, Rabu 17 Dzulhijjah 1444 H / 05-07-2023 M.

Adh-dho'iif, Al-Faqiir, Adz-Dzaliil : Ahmad Fudoli Zaenal Arifin, Lc M.Ag

Biografi Imam Abul Hasan Al-Asy'ary Ra ( 260H - 324H )


Beliau adalah al-Imam Abul Hasan Ali bin Ismail bin Abu Bisyr Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abu Burdah bin Abu Musa Al-Asy’ari Abdullah bin Qais bin Hadhar. Abu Musa Al-Asy’ari adalah salah seorang sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang masyhur.
Beliau -Abul Hasan Al-Asy’ari- Rahimahullah dilahirkan pada ta­hun 260 H di Bashrah, Irak.
Beliau Rahimahullah dikenal dengan kecerdasannya yang luar biasa dan ketajaman pemahamannya. Demi­kian juga, beliau dikenal dengan qana’ah dan kezuhudannya.
Guru-gurunya

Biografi Imam Syafi’i Ra lengkap dan perkembangan mazhabnya ( 150H-204H )


Di kampung miskin di kota Ghazzah (orang Barat menyebutnya Gaza ) di bumi Palestina, pada th. 150 H (bertepatan dengan th. 694 M) lahirlah seorang bayi lelaki dari pasangan suami istri yang berbahagia, Idris bin Abbas Asy-Syafi`ie dengan seorang wanita dari suku Azad. Bayi lelaki keturunan Quraisy ini akhirnya dinamai Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie . Demikian nama lengkapnya sang bayi itu. Namun kebahagiaan keluarga miskin ini dengan kelahiran bayi tersebut tidaklah berlangsung lama. Karena beberapa saat setelah kelahiran itu, terjadilah peristiwa menyedihkan, yaitu ayah sang bayi meninggal dunia dalam usia yang masih muda. Bayi lelaki yang rupawan itu pun akhirnya hidup sebagai anak yatim.

Perjalanan Imam Syafi'i Ra dalam menuntut ilmu


Berikut ini akan dibawakan tentang perjalanan Imam Syafii dalam mencari ilmu.
Sebelum Imam Syafii mengadakan perjalanan menuju Imam Malik, beliau mengadakan persiapan untuk pertemuan itu. Beliau menghafal Kitab al-Muwaththa. Sebagian riwayat menjelaskan bahwa beliau menghafalnya pada umur sepuluh tahun, pada sebagian riwayat yang lain dikisahkan bahwa beliau menghafalnya pada saat umur tiga belas tahun. (Tawali at-Ta’sis hal 54)
Imam asy-Syafii mengisahkan kisah perginya kepada Imam Malik:

Peranan Ibunda Imam Syafi'i Ra dalam pendidikan putranya


Allah subhanahu adalah Dzat Yang Maha Berkehendak. Rahmat-Nya juga sangat luas dan pasti akan sampai kepada siapa saja yang Ia kehendaki untuk dirahmatiNya.
Salah satu karunia besar yang diberikan kepada al-Imam asy-Syafi’i adalah ibundanya yang sangat paham akan pentingnya mencari ilmu (agama). Sehingga meskipun hidup sebagai anak yatim dan ibundanya tidak memiliki harta, jadilah Muhammad bin Idris menjadi al-Imam asy-Syafi’i yang kita kenal hingga sekarang sebagai salah seorang imam besar.

Masa Kecil Imam Syafi'i Ra


Imam asy-Syafii tumbuh di Gaza dalam keadaan yatim, setelah ayah beliau meninggal di sana. Sehingga beliau hidup dalam keadaan fakir miskin dan yatim, serta jauh dari kerabat. Namun semua ini tidak berpengaruh buruk kepada beliau setelah Allah memberikan taufik kepada kemudahan untuk menempuh metode yang benar.

Biografi Imam Asy-Syafi'i Ra secara singkat ( 150 H - 204 H )


Nasabnya: Beliau adalah Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris yang bersambung nasabnya dengan Hasyim bin Al-Muththolib bin ‘Abdi Manaf Al-Qurosyi Al-Muththolibi.
Kelahiran dan Pertumbuhannya: Beliau lahir di ‘Asqolan pada tahun 150 H, dan tumbuh besar di Makkah. Kemudian tinggal di Mesir, dan meninggal pada hari terakhir bulan Rojab 204 H.

Selasa, 02 April 2013

Free Download Kitab-kitab Ulama As-Syafi'iyah


Berikut ini kitab-kitab ulama yang bermadzhab syafiiyah yang bisa didownload. 
Bentuknya adalah file berekstensi chm (compiled HTML help file), doc, pdf, atau exe. Silahkan untuk mendownload. Semoga Alloh memberi manfaat dengannya:

Free Download Kitab 9 Hadis


Kitab Hadits 9 Imam atau kutubut tis'ah  Memuat 9 kitab Hadits di antaranya :

1. Shahih Bukhari
2. Shahih Muslim
3. Sunan Abu Daud
4. Sunan Tirmidzi
5. Sunan Nasa'i
6. Sunan Ibnu Majah
7. Musnad Ahmad
8. Muwatto'Malik
9. Sunan Ad-darimi